Di antara jajaran orang-orang dengan banyak uang di dunia, Chuck Feeney menjadi anomali. Hartanya mencapai 10 biliunan dollar, tapi hampir tidak sepeser pun ada di tangannya.
“Keanehannya” ini sudah menjadi legenda hidup sampai-sampai Hollywood tertarik untuk mengangkat kisah hidupnya di layar lebar. Tak tanggung-tanggung, yang mencetuskan itu adalah aktor sekaligus produser kawakan segelas George Clooney. Dan yang memerankannya?
“Danny De Vito, mungkin.” Jawab Feeney disertai gelak tawa pada suatu wawancara. Dia pria tua yang santai dan tanpa beban, selalu berpakaian kasual, dan ke mana-mana memakai kendaraan umum.
Chuck Feeney: Sang Dermawan
Orang-orang mengenalnya sebagai sosok hartawan yang penuh rasa syukur dan baik hati. Ketika orang-orang berlomba menimbun harta, Feeney justru sebaliknya: dia membagi-bagikan uangnya yang sudah sangat banyak itu ke berbagai pihak yang membutuhkan, dan berencana untuk membubarkan usahanya pada tahun 2020.
“Menurut saya, kalau kita terlalu terpaku pada satu hal di tangan kita, kita akan selalu merasa cemas,” ujar Feeney, yang tahun ini hartanya cuma tersisa 2 milyar (m, dan bukan b-iliun). “Ketika saya mulai bagi-bagi uang, orang-orang pada bertanya: terus gimana kamu senang-senang? Ya menurut saya, senang itu ya ketika saya bisa membantu orang lain. Saya tidak senang ketika apa yang saya lakukan justru tidak membantu orang lain.”
Feeney sudah melakukan aksi bagi-baginya sejak tahun 1982, menginspirasi sosok-sosok philantropist yang berjaya setelahnya seperti Bill Gates dan lain-lain.
Kisah Hidup Feeney
Dalam buku biografi berjudul Biliuner yang Bukan Biliuner (penerbit PublicAffairs, 2007) tulisan Conor O’Clery, kisah hidup Chuck Feeney digambarkan dengan cukup gamblang.
Caranya mendapatkan kekayaan adalah kisah klasik anak pekerja keras yang hidup pada masa Great Depression.
Dia lahir dan tumbuh di perkampungan imigran Irlandia-Amerika di sebuah kota kecil penuh kelas pekerja buruh di Elizabth, N.J.
Ketika Perang Korea mulai bergejolak, Chuck Feeney sempat bergabung dengan angkatan udara. Setelahnya, Feeney melanjutkan pendidikannya di Cornell School, jurusan Administrasi Hotel, di GI Bill.
The Duty Free Shoppers
Lulus pada tahun 1956, Feeeney berpetualang ke Perancis untuk mengejar pendidikan lebih tinggi dan terlubat bisnis Atlantic Feet milik Angkatan Laut Amerika Serikat; menjual alkohol bebas pajak pada para pelaut.
Kompetitinya ketat, memang, tetapi Feeney berhasil bertahan dengan menggunakan pengalamannya di kancah militer untuk berbicara langsung dari kapal ke kapal, dan mengumpulkan informasi tentang arah tujuan para calon konsumennya dengan cara berbincang dengan jaringan prostitusi lokal.
Dalam urusan ini, Feeney mengajak serta kawannya, Bob Miller, dan mereka berdua pun semakin giat menjual hal-hal lain seperti mobil, parfum, dan bermacam-macam perhiasan ke para turis. Seiring majunya usaha mereka, Feeney pun menambahkan seorang pengacara pajak di timnya, Tony Pilaro, dan akuntannya, Alan Parker, agar ktu itu semakin profesional.
Menginjak tahun 1964, Duty Free Shoppers (disingkat DFS, nama perusahaan mereka) sudah punya 200 karyawan di 27 negara.
Efek Booming Ekonomi Jepang
Bisnis mereka memang kecil dan tidak seberapa, tapi ketika ekonomi Jepang naik gila-gilaan, bisnis retail mereka menjadi salah satu yang paling sukses di sejarah Amerika.
Pasalnya pada tahun 1964, bersamaan dengan Tokyo Olympics, Jepang meniadakan larangan untuk bepergian ke luar negeri (yang mulai dicanangkan pasca Perang Dunia II untuk membangun kembali ekonomi mereka), membuat semua warga negara sana liburan ke luar negeri.
Para turis Jepang, dengan uang-uang tabungan mereka yang menganggur, langsung menyerbu tujuan-tujuan wisata di seluruh dunia. Hawaii dan Hong Kong menjadi pilihan utama. Feeney, yang sudah mempelajari bahasa Jepang sejak di kemiliteran, mempekerjakan gadis-gadis Jepang yang cantik dan cerdas untuk memasarkan cognac, cerutu, dan tas-tas kulit yang langsung diserbu oleh orang-orang Jepang untuk mereka dan kenalan mereka.
Makin cerdik lagi, Feeney juga menyewa para pemandu wisata untuk menggiring paar turis Jepang itu ke DFS sebelum check in di hotel masing-masing agar mereka tidak sempat menghabiskan uang ke mana-mana.
Menyewa Analis dan Pembangunan Bandara
Orang-orang Jepang yang gila belanja itu benar-benar menguntungkan bagi Feeney dan kawan-kawan sampai-sampai dia menyewa para analis untuk memperkirakan ke mana tujuan turis-turis itu berikutnya.
Gerai-gerai DFS jadi dibangun di Anchorage, San Francisco, dan Guam. Target berikutnya Saipan, pulau tropis kecil tidak jauh dari Jepang yang pasti akan jadi tujuan berikutnya. Masalahnya Cuma satu: tempat itu tidak punya bandara.
Mengetahui hal itu, DFS menginvestaiskan 5 juta dollar untuk membangun bandara di sana.
Chuck Feeney Ketahuan Kaya
Karena DFS adalah perusahaan yang dimulai dari nol dan terhitung kecil, keuntungannya jauh dari radar media. Namun seperti bangkai, parfum juga tidak bisa tersimpan lama-lama tanpa ketahuan.
Pendapatan tahun Feeney (setelah dibagi-bagi dengan timnya) pada tahun 1967 mencapai 12.000 dollar.
Tahun 1977? 12 juta dollar. Sepuluh tahun berikutnya, angka itu semakin membengkak menjadi 334 juta dollar, yang dia investasikan ke hotel, gerai-gerai ritel, perusahaan pakaian, dan ketika zaman semakin mendesak, perusahaan-perusahaan teknologi yang baru dirintis.
Dia mati-matian merahasiakannya, tapi uang itu toh akhirnya terendus juga oleh Forbes. Pada tahun 1988, The Forbes 400 membuat laporan empat halaman tentang Feeney; termasuk membahas DFS dan taktik bisnis yang mereka gunakan.
Tapi yang Forbes tidak tahu, uang Feeney sendiri tidak sebanyak itu. Mobil saja tidak punya.
Ke mana Uang-Uang Feeney?
Laporan dari Forbes menunjukkan, Chuck Feeney masih menggunakan insting strategisnya dalam hal membuang-buang uang; yaitu menyumbangkannya ke berbagai yayasan dan kebutuhan-kebutuhan yang mendesak di dunia. Berikut laporannya dari tahun ke tahun:
1982:
Chuck Feeney mulai menyumbang 7 juta dollar ke Cornell Universiy, seolah membalas budi. Total hadiah yang dia berikan mencapai 937 juta tahun ini.
1984:
Mentransfer 38,75% saham DFSnya pada Atlantic (platform yayasan khusus donasinya)
1988:
Memberikan 142.000 dollar untuk mendukung riset penyembuhan penyakit kanker. Untuk urusan kanker sendiri, sudah 370 juta dollar yang Feeney sumbangkan untuk seluruh dunia.
1990:
The Atlantic, yayasannya, mulai memberikan donasi untuk Universitas Limeric (Irlandia) demi membuat penelitian, menyelenggarakan konferensi-konferesi, dan fasilitas-fasilitas kebudayaan. Donasi seumur hidup mencapai 170 juta dollar.
1991:
Mebisnisumkmonline.com/ayai usaha perdamaian dan rekonsiliasi di Irlandia Utara.
1997:
Feeney mulai mengakui “perbuatannya” yang terus menyumbang ke publik.
1999:
Menginvestasikan dananya ke Vietnam di bidang pendidikan yang lebih tinggi dan pengadaan kesehatan.
2001:
Mendanai riset biomedis di Queensland, Australia, Univesitas Teknologi. Total sumbangan untuk Australia: 320 juta.
2002:
Mendonasikan 117 juta dollar lebih untuk mendanai penanggulangan AIDS di Afrika Selatan
2004:
Mulai mendanai usaha untuk menghapuskan hukuman mati di Amerika Serikat—sampai saat ini, sumbanganya mencapai 28 juta dollar.
2006:
Memulai pendanaan untuk memperkuat pengadaan kesehatan untuk sekitar 8 juta anak-anak tanpa ansuransi di Amerika Serikat.
2008:
Menyumbangkan 125 juta dollar untuk pusat kesehatan di Universitas California, San Francisco, Mission Bay Campus. Total sumbangannya hingga saat ini: 290 juta dollar.
2012:
Dengan investasi 125 juta, mendukung kemenangan Cornell untuk mengembangkan kampus Teknologi NYC di Roosevelt Island
2016:
Mencari cara untuk menghabiskan 1,3 biliun dana yang tersisa
2020:
Menutup yayasan The Atlantic
baca juga
Cara Termudah Meluncurkan Produk Baru Anda !
900 Pebisnis Start Up Bisnis Digital Di Dalam Dan Luar Negri
Masalah Cara Hidup
Barangkali ada hubungannya dengan caranya dibesarkan, Feeney selalu percaya uangnya lebih baik dibagi-bagi. Ibunya sendiri seorang perawat, yang sejak pagi-pagi sudah berkendara ke rumah orang cacat terdekat untuk merawat.
Ia tumbuh di tengah keluarga yang suka membantu. Ia punya banyak uang, dan ia bebas menggunakan uangnya untuk apa saja yang dia mau; termasuk, dalam kasusnya, membantu mereka yang miskin dan membutuhkan.