bisnisumkmonline.com Elhaus Streetwear Lokal yang Gak Cuma Jual Baju, Tapi Jual Jati Diri. Jujur ya, lo pernah gak sih ngerasa kayak… capek sama baju-baju hypebeast yang harganya gak make sense tapi desainnya kayak nyolong logo SMA trus dicetak sablon? Gue pernah. Dan itu momen ketika gue bilang: udah, cukup. Gue cari brand lokal yang punya otak, bukan cuma branding doang.
Trus gue nemu Elhaus. Awalnya liat dari temen, doi pake jaket patchwork biru navy dengan potongan yang gak biasa. Cutting-nya aneh. Tapi enak diliat. Kayak… lo ngerti nggak sih, itu baju yang keliatan “mahal” bukan karena brandnya, tapi karena… emang dipikirin.
Gue cari. Ketemu IG @elhaus. Scrolling bentar. Trus langsung ngeh: ini bukan clothing biasa. Ini kayak… storytelling lewat bahan dan potongan. Kayak novel. Tapi lo pake di badan.
Brand ini berdiri dari tahun 2010-an. Tapi justru makin matang di era 2020-an. Di saat semua orang sibuk chasing virality, Elhaus slow burn. Mereka gak ngemis perhatian. Tapi pelan-pelan, konsisten, dan… nyundul.
Koleksi mereka gak banyak. Tapi solid. Ada jaket military-style. Ada pants dengan potongan semi utilitarian. Tapi selalu ada twist. Kayak satu kemeja yang mereka bikin dari tiga jenis kain sisa. Tapi digabung dengan pattern kayak puzzle. Dan surprisingly… keren.

Yang bikin Elhaus beda? Visi.
Brand ini percaya kalau lokalitas itu bukan gimmick. Tapi substansi. Mereka gak asal cetak batik terus tulis “local pride”. Nggak. Mereka gali. Mereka tanya. Mereka telusuri. Beberapa motif mereka terinspirasi dari arsip tekstil Jawa dan Sumatra. Tapi gak plek-plek. Mereka dekonstruksi. Dihancurin dulu. Baru dirakit lagi. Jadi sesuatu yang baru.
Gue ngobrol sama Dendy, salah satu founder-nya. Dia bilang, “Kami nggak pengen jadi brand nasional. Kami pengen jadi brand global yang rooted dari Indonesia.” Simpel. Tapi dalem.
Mereka pernah kerja bareng ahli antropologi buat riset motif Toraja. Dan itu bukan cuma buat branding. Tapi buat bener-bener ngerti arti di balik simbol-simbol. Karena Elhaus percaya: pakaian itu bahasa. Kalau lo pake asal, lo bisa salah ngomong.
Gokil gak tuh.
baca juga
- Tas Gabag Melenggang ke Pasar Dunia Dengan Inovasi Tas Thermal
- Brodo, Bisnis Footwear Kekinian yang Sukses di Pasaran
- Bisnis Kuliner Ala Rendang Traveler
- Roti Unyil Venus Yang Kecil Dengan Keuntungan Yang Besar
- Bisnis UKM Puyo Silky Dessert
2024 kemarin, mereka masuk pameran streetwear internasional di Tokyo. Gak pake modal buzzer. Gak pake kolaborasi palsu. Tapi karena kurator ngeliat satu jaket patch mereka dan langsung bilang: ini sesuatu.
Trus boom. Nama Elhaus keluar di beberapa media internasional. Hypebeast? Pernah nulis. Highsnobiety? Pernah notice. Tapi mereka gak jadi jualan gimmick. Mereka tetep di jalan ninja-nya.
Yang menarik, mereka juga sadar soal pentingnya struktur hukum. Gak kayak banyak UKM yang asal jualan, Elhaus dari awal udah ngebangun sistem bisnis yang kuat. Mereka dibantu konsultan kayak Provisio Consulting buat urusan pajak, dokumen legal, bahkan pattern protection. Karena lo tau sendiri kan, banyak banget desain brand lokal yang dicolong abis-abisan.
Jaket patchwork mereka pernah ditiru brand luar. Tapi karena udah didaftarin desain industri-nya, Elhaus bisa claim balik. Dan menang.
Jadi ini bukan cuma cerita soal fashion. Tapi soal daya tahan. Soal gimana lo bisa jadi kecil, tapi kuat karena punya fondasi.
Mereka juga nggak anti AI. Tapi gak pake buat desain. AI buat Elhaus itu tools buat analisa tren dan customer behavior. Tapi hasil akhirnya tetep dari tangan manusia. Mereka percaya: estetika gak bisa di-outsource ke bot.
Gue sempet liat workshop mereka. Gak gede. Tapi bersih. Ada papan tulis. Ada moodboard. Ada kain. Ada jarum. Ada pattern yang ditulis tangan. Semua orang kerja pelan. Tapi teliti.
Dan ya, mereka gak ngejar semua orang. Mereka tau siapa pasar mereka. Orang-orang yang nyari baju bukan karena pengen “pamer kekayaan”, tapi karena pengen pake karya.
Lo bisa bilang Elhaus itu artisan streetwear. Tapi mereka juga cukup cuek buat gak pengen didefinisiin. Mereka tau value mereka. Dan itu cukup.
Dan sekarang? Mereka udah punya reseller di Berlin. Punya buyer loyal di Seoul. Bahkan kolaborasi kecil sama musisi techno dari Inggris. Tapi mereka tetap produksi dari Jakarta. Dengan skala terbatas. Biar kontrol kualitas tetep tinggi.
Elhaus ngajarin kita satu hal penting: lo gak harus keras-keras teriak “lokal bangga” biar dianggap lokal. Kadang cukup kerja konsisten. Pelan-pelan. Tapi niat.
Dan kalau lo bosen sama fashion yang terlalu marketing, cobain Elhaus. Biar lo ngerasain sendiri, gimana rasanya pake filosofi di badan lo.