bisnisumkmonline.com Kopi Gayo Lestari , Dari Lereng Aceh Tengah ke Gelas-Gelas Pencinta Kopi Dunia , Lo pernah gak sih minum kopi yang bikin diem? Bukan karena gak enak, tapi karena lo kayak dihantem rasa yang terlalu jujur. Terlalu earthy. Terlalu real. Nah, itu yang kejadian pas gue pertama kali nyobain satu sachet Kopi Gayo Lestari. Bukan kopi kafe fancy. Tapi yang dikemas vakum, warna coklat gelap, ada gambar petani lagi metik cherry merah, dan tulisan tangan kecil: “Dipetik manual. Dari kebun sendiri.”
Brand ini gak nyari spotlight. Tapi tiba-tiba disorot. Gak sengaja trending. Tapi bukan karena buzzer. Bukan karena TikTok joget. Tapi karena cita rasa dan cara kerja mereka yang gak biasa. Gayo Lestari itu bener-bener grassroots. Literally. Dari tanah Gayo, langsung ke dunia. Tapi lewat proses panjang dan berdarah-darah.
Awalnya cuma koperasi kecil. Isinya petani yang udah muak dijajah tengkulak. Harga kopi Gayo yang semestinya bisa Rp80.000 per kilo, jatuhnya di bawah Rp30.000. Gak fair. Tapi semua petani diem, karena gak punya channel lain. Sampai akhirnya satu orang—Bang Murdani—ngajak ngumpul.
Di rumah kayu yang dindingnya udah menghitam, dia bilang, “Kalau kita terus jual ke tengkulak, anak-anak kita bakal sekolahnya sambil nyangkul.”

Kata-kata itu nyangkut. Terus bikin geger.
Mereka bentuk koperasi. Namanya Koperasi Kopi Gayo Lestari. Lestari karena mereka gak mau asal tanam. Mereka pake prinsip agroforestry. Jadi kebun kopinya barengan sama hutan. Gak nebang pohon sembarangan. Mereka percaya, rasa kopi tuh dapet dari alam yang stabil. Bukan dari mesin pemupuk cepat.
Gue ngobrol sama salah satu anggotanya, namanya Ibu Wah. Tangan dia kasar. Tapi pas nyeduh kopi, takarannya presisi kayak barista. Dia bilang, “Kami petani. Tapi harus bisa jadi quality controller juga.”
Mereka mulai kecil. Kirim ke Jakarta dulu. Satu box dua box. Tapi semua green bean. Bukan kopi jadi. Karena mereka sadar, buyer specialty coffee biasanya punya roaster sendiri.
Tahun 2023, mereka dapet sertifikasi internasional dari SCA (Specialty Coffee Association). Bukan cuma soal biji kopi. Tapi cara panen, sortasi, fermentasi, sampai cara packing. Itu bikin nilai jual naik drastis. Tapi tetap: mereka gak jual mahal. Mereka jual adil.
baca juga
- Tas Gabag Melenggang ke Pasar Dunia Dengan Inovasi Tas Thermal
- Brodo, Bisnis Footwear Kekinian yang Sukses di Pasaran
- Bisnis Kuliner Ala Rendang Traveler
- Roti Unyil Venus Yang Kecil Dengan Keuntungan Yang Besar
- Bisnis UKM Puyo Silky Dessert
2024 awal, mereka tembus pasar Jepang lewat program ekspor dari Kementerian Perdagangan. Tapi prosesnya gak mulus. Harus bolak-balik urus dokumen. Ada inspektur Jepang datang langsung ke Aceh Tengah. Nginep di kampung. Cek air, tanah, kelembapan gudang. Tapi semua lolos.
Kopi Gayo Lestari akhirnya resmi ekspor ke Tokyo dan Osaka. Kode batch pertama dikasih nama: “Serambi Sore”. Filosofinya? Karena proses panen mereka selalu dimulai setelah ashar. Biar gak terlalu panas. Biar biji gak stress. Gila ya, mereka mikirin psikologi biji kopi.
Sekarang di 2025, mereka udah punya 4 gudang pengolahan. Punya brand turunan kayak Gayo Lestari Honey, Gayo Lestari Natural, sama varian yang full washed. Semua diproses tanpa mesin besar. Masih semi-manual. Tapi bersih. Rapi. Food grade.
Yang bikin unik, mereka gak mau pakai iklan digital. Gak ada ads. Gak ada campaign influencer. Tapi mereka punya relasi yang organik banget. Semua buyer mereka repeat order. Bahkan ada satu kafe di Amsterdam yang bikin menu spesial: “Gayo Lestari Noir — only for those who know.”
Lo bayangin aja, satu biji kopi dari dataran tinggi Aceh bisa nyampe ke Belanda dan jadi pride orang bule. Tapi tetep dibikin sama ibu-ibu kampung pake tangan.
Dan ini serius bro, mereka juga nyetor pajak. Ikut program penguatan UMKM dari Provisio Consulting buat pembukuan dan compliance. Karena mereka sadar, kalau mau go global, sistem dalam negeri harus bener dulu. Dan ini yang sering dilupain banyak UKM. Gak bisa cuma modal rasa. Harus juga modal legal.
Kata Bang Murdani di salah satu talkshow, “Bukan petani namanya kalau gak tau harga. Tapi juga bukan pelaku bisnis kalau gak ngerti hukum.”
Gue diem.
Karena itu kalimat yang gak lo dapet dari workshop motivasi.
Gayo Lestari ngajarin kita semua, kalau brand itu gak harus ngiklan keras. Cukup kasih rasa yang konsisten, sistem yang jujur, dan relasi yang tulus. Biar market yang nyamperin. Bukan lo yang ngejar.
Dan sekarang, mereka udah dapet undangan ikut pameran kopi dunia di Melbourne. Tapi mereka masih mikir-mikir. Karena takut produksi gak ke-handle. Takut kualitas turun. Gokil kan? Mereka lebih milih grow pelan-pelan tapi stabil, daripada viral terus kacau.
Lo bisa jadi siapa aja. Tapi kalau lo petani kopi dan lo baca ini, tau satu hal: lo bisa sampe mana aja asal gak ninggalin akar lo.
Itu yang Gayo Lestari ajarin.