Kantor restoran ini tidaklah besar. Mungkin Nanda keliru juga jika menyebutnya sebagai restoran, toh pengunjung datang bukan untuk makan. Mereka bertemu Bu Rani, bertanya-tanya soal harga catering, lalu bertukar kontak.
Sudah dua kali meeting mereka dipotong pengunjung yang datang. Nanda berpikir, sebenarnya toko Pawon Catering punya potensi. Setelah pengunjung kedua keluar, Nanda berkomentar.
“Pawon Catering ini tidak sepi, Bu Rani. Kalau boleh saya tebak, sudah sering ya orang kesini tanya harga tapi ujung-ujungnya batal? Seperti dua pengunjung tadi.” Nanda tersenyum.
Bu Rani melepas kacamata, lalu mengurut kedua alisnya.
“Iya benar, Nanda. Ibu sampai bingung apa yang salah. Langganan banyak yang memuji loh. Harganya juga standar. Pembeli alhamdulillah ada, tapi income bulanannya mepet banget untuk bayar sewa tempat dan gaji anak-anak.”
Bu Rani kembali memakai kacamatanya.
“Makanya saya perlu bantuan kamu. Apa yang salah ya?”
“Barang dagangan Bu Rani ini pasarnya jelas, kelas menengah. Kekuatan Pawon Catering adalah mempertahankan style masakan rumahan. Pecel, gado-gado, nasi uduk, urap. Jangan salah, orang-orang berada itu urusan fashion boleh modern, tapi masalah perut tetap nyarinya makanan lokal.”
Bu Rani ikut tertawa melihat Nanda tertawa.
“Banyak catering yang berusaha menjadi modern, tapi malah kehilangan identitas. Kita harus targetkan market. Banyak konsumen yang perlu catering. Pegawai kantor, anak kos, wanita karier yang tidak sempat masak untuk anaknya. Kita sasar mereka, Bu Rani.”
“Bagaimana caranya, Nanda? Saya sudah promosi lewat Facebook pribadi. Memang banyak yang kontak, tapi sedikit sekali yang deal. Apa yang salah ya?”
“Tidak ada yang salah, Bu. Hanya satu yang perlu dilakukan. Kita buat toko online. Target pasar catering Ibu tidak keluar rumah, mereka hanya wara-wiri di dunia maya. Kita yang harus ikut kemana mereka berada.”
“Harus ke online ya?” Bu Rani bertanya.
Nanda tersenyum. Dia menangkap kekhawatiran di tanya itu. Bukan kali pertama dia mendapat klien yang panik duluan ketika mendengar toko online. Bagi mereka, dunia maya adalah dimensi yang tidak bisa dilihat dan diraba. Nanda tidak bisa menyalahkan, toh generasi Bu Rani memang tidak dibesarkan oleh teknologi.
Untuk itulah konsultannya hadir. Untuk membantu UKM agar bisa berlari menyamai laju global.
“Nanti saya bantu dan kawal terus, Bu, tenang saja,” Nanda menjawab ramah, “jadi, nanti di website, untuk menegaskan target pasar kita, Pawon Catering perlu membagi tipe cateringnya menjadi tiga: catering biasa, menu diet biasa, dan menu muscle diet untuk mereka yang rajin nge-gym. Dari langkah itu saja, kita sudah menjadi berbeda.”
“Tapi ingat ya, Bu, tetap pertahankan style masakan rumahannya. Untuk menu catering biasa, kita pasang rencana menu untuk sebulan ke depan. Untuk pilihan menu, saya serahkan ke Bu Rani yang lebih paham, yang penting bervariasi. Dan juga jangan kaku, pasti ada saja pembeli yang rewel, terlebih ini makanan.”
Nanda menunggu beberapa detik. Tapi karena tidak ada tanggapan dari Bu Rani, dia lanjut menjelaskan.
“Kita tawarkan tiga program, yaitu mingguan, dua mingguan, dan bulanan. Setiap program dapat diskon yang berbeda. Besarannya saya serahkan ke Bu Rani yang paham data mentahnya. Tapi, saya siap diajak diskusi jika Ibu butuh.”
Bu Rani bergumam sendiri. Dia nampak berpikir.
“Nanti Ibu hitung dulu. Untuk diskon mingguan sepertinya berat. Tapi oke untuk dua program lain. Urusan membuat toko online, itu seperti apa? Nanti Nanda yang buat kan?”
Masih tersisa sedikit kekhawatiran di suara Bu Rani, meski sudah berkurang. Nanda menenangkan sabisnisumkmonline.com/l menjawab.
“Singkatnya, kita perlu membuat toko online Pawon Catering muncul di halaman satu Google saat orang mengetik ‘catering makanan’, Bu.”
Nanda mengabisnisumkmonline.com/l jeda, lalu melanjutkan.
“Hal yang harus saya lakukan namanya optimasi halaman. Implementasinya banyak. Saya mulai dari URL yang ramah mesin pencari. Jadi, nanti alamat website kita jangan jauh-jauh dari kata ‘catering’, supaya Google dan pengunjung bisa cepat menyaring. Nanti ada yang namanya LSI, Bu, yaitu beberapa kata yang berasosiasi dengan keyword. Contohnya makanan, menu, dan enak.”
“Nah, daftar LSI ini yang saya sebar ke judul makanan, deskripsi, dan lain-lain.”
“Wow. Terus-terus Nanda.” Bu Rani nampak tertarik.
“Website kita harus mobile friendly, artinya bisa dan nyaman dibuka melalui hape. Pembeli bisa melihat-lihat menu di sela kerja, di atas mobil pas macet, atau antri beli bensin. Website kita juga harus menyediakan tombol ‘click to share’, supaya orang gampang mengoneksikan ke media sosial mereka.”
“Oh iya, untuk awal, kita perlu bikin akun Instagram dan Twitter ya. Dua media sosial itu sudah jadi lapak jualan, Bu. Facebook kurang mengena untuk kelas menengah. Kita juga mendaftar untuk jadi mitra makanan siap antar. Siapa tahu ada orang yang mau beli harian.”
Nanda masih siap untuk menjelaskan detail. Namun dia sadar, cukup sampai disini untuk Bu Rani. Selanjutnya dia buatkan websitenya saja.
“Kita harus menyiapkan satu admin, Bu, untuk ini.” Tutupnya.
Bu Rani melepas kacamata.
“Anak muda sekarang canggih-canggih ya. Tidak salah Ibu minta kamu untuk bantu Ibu.”