“Setelah saya pertimbangkan, solusi dari Toko Bandung Traveler milik Bu Sandra adalah kita berpindah ke medium toko online.”
Sesuai dengan dugaan Nanda, cepat saja penjelasannya dibantah. Tapi satu hal yang tidak dia duga, bantahan itu justru datang dari Nita, anak Bu Sandra.
“Sebentar, Mas. Aku pun juga melakukan sedikit riset. Oke, toko online memang ada dalam daftar kami. Tapi apakah akan berbeda signifikan? Toh barang yang dijual sama. Belum lagi kalau barang terlambat dikirim karena kesalahan perusahaan ekspedisi, atau misal perintilan seperti warna atau model tidak sesuai dengan yang mereka minta. Apakah seperti itu tidak akan menjadi masalah?”
Nanda sedikit terhenyak. Tidak seperti klien-klien sebelumnya, yang duduk di hadapan sekarang berusia sepantaran dengannya. Kaum millennial yang melek teknologi. Tentu Nita sudah mempertimbangkan untuk menjamah dunia online.
“Poin-poin yang Nita berikan tadi tidak salah, karena memang itu problem yang bisa terjadi di transaksi online.” Nanda mengawali jawaban sabisnisumkmonline.com/l tetap tersenyum.
“Problem-problem itu bisa dicari dan disiapkan solusinya. Misalnya, kita menjalin kerjasama dengan jasa ekspedisi yang sudah terjamin dan bisa di-track lokasi barangnya. Sekarang ini banyak sekali perusahaan ekspedisi baru yang mengiming-iming harga murah dan diskon. Kita harus hati-hati.”
Nanda menunggu respon. Namun hening. Jadi dia lanjutkan penjelasan.
“Toko perlengkapan alat traveling seperti ini jelas menyasar kaum menengah ke atas. Meski tidak menutup kemungkinan, konsumen dari strata ekonomi lain pun juga ada, karena promo tiket pesawat murah makin gampang dicari. Jalan-jalan ke luar negeri sudah menjadi tren di Indonesia.”
“Toko online traveling memang sudah banyak, tapi kita bisa menyeruak kerumunan ini jika kita memberikan sesuatu yang berbeda.”
Nanda sengaja memberi jeda agar perhatian klien tertuju padanya. Benar saja, Bu Sandra yang sejak tadi hanya memainkan bulpen akhirnya bersuara.
“Menarik sekali, Nanda, silakan lanjutkan.”
Nanda biasa meriset kliennya dari sosial media. Dia tahu, Bu Sandra bersuamikan pria asing. Setiap bulan, dia dan Nita plesir ke Sydney selama seminggu untuk bertemu suami, sekaligus liburan.
Jika sampai minta bantuan jasa konsultan seperti dirinya, berarti Bu Sandra tidak peduli soal uang. Dia hanya tidak tahu bisa melakukan apa lagi jika usaha toko traveling-nya tutup.
“Bu Sandra membuka Bandung Traveler karena Ibu juga suka jalan-jalan.” Nanda menunggu momen untuk bisa mengucapkan kalimat itu.
“Bu Sandra dan Nita bisa menulis tips dan trik traveling yang diabisnisumkmonline.com/l dari pengalaman pribadi. Bisa di-update mingguan. Wujudnya bisa berupa artikel, atau postingan singkat di media sosial. Pembeli toko Ibu akan merasa dirangkul. Mereka akan melakukan transaksi bukan sebagai pembeli dan penjual, namun sebagai rekan traveler.”
Bu Sandra dan Nita saling memandang. Nanda tahu, anak ibu itu tidak perlu bertukar kata untuk saling bicara. Jauh dari suami dan ayah, mereka biasa berdua menghadapi dunia.
Nita lalu berkomentar.
“Jadi ini bukan melulu soal teknis ya, Mas.”
“Nope. Toko online memang riskan untuk jadi membosankan, karena pembeli hanya menatap layar ponsel tanpa interaksi. Kita perlu memasukkan sedikit human factor.” Nanda menjawab mantap.
Bu Sandra dan Nita mengangguk bersamaan. Karena tidak ada yang berkomentar, maka Nanda melanjutkan pembahasan.
“Orang yang hobi traveling biasanya justru tidak punya banyak waktu, Bu. Setelah pulang jalan-jalan, mereka sibuk kerja nyari uang untuk trip berikutnya. Kita perlu mengakomodasi keadaan mereka dengan menghadirkan toko online. Dimana mereka bisa belanja dimana saja, kapan saja, tambah biaya pengiriman tidak masalah toh mereka berduit. Transaksi online perlu kartu kredit juga tidak masalah, karena mereka pasti punya.”
“Kita bisa mulai dari mana ya, Nanda?” Bu Sandra bertanya.
“Kita mulai dengan membuat akun Instagram, karena disana para traveler itu berkumpul, Bu. Kita follow akun travel blogger dan travel influencer yang dikenal banyak orang. Kita promosi diri kita, jangan dulu jualan, di akun mereka. Kita share tips dan trik soal traveling setiap hari.”
“Sementara itu, kita juga membuat toko online di Tokopedia, Shopee, dan website sendiri. Kita perlu website ini untuk posting artikel mingguan. Topiknya sama, tips dan trik traveling. Misalnya, artikel tentang pentingnya koper kecil seukuran bagasi kabin. Ibu tulis pengalaman saat harus membayar denda bagasi karena koper terlalu besar, lalu pembeli diarahkan ke halaman koper di website.”
Bu Sandra mengangguk. Dia mendongak dan nampak berpikir lama. Dari sudut matanya, Nanda tidak lagi melihat kerut wajah di kening Bu Sandra. Nita memegang tangan ibunya.
Nampaknya masalah ini begitu membebani mereka. Jauh melebihi yang Nanda perkirakan.
“Terimakasih ya, Nanda. Ibu tidak mengira kalau toko online bisa sesolutif ini. Sebenarnya, sudah banyak yang mengusulkan. Namun baru kamu ini yang bisa menjelaskan how dan why-nya. Dua minggu ke depan akan sangat menarik. Saya bisa minta slide presentasinya? Saya mau diskusi juga dengan suami.”
Nanda mengangguk. Akhir-akhir ini klien datang bertubi-tubi. Sepertinya dia juga butuh traveling.